Akupuntur sering ditawarkan sebagai salah satu metode penyembuhan pasien kanker. Cara pengobatan alternatif tradisional Tiongkok ini sangat populer untuk meredakan nyeri, dan sudah digunakan selama ribuan tahun. Lalu apakah akupuntur bisa benar-benar efektif untuk melawan penyakit kanker?
Akupuntur sejak lama diandalkan sebagai pengobatan alternatif untuk mengatasi kondisi tertentu. Bahkan, seiring berkembangnya zaman, akupuntur kini mulai menjadi salah satu terapi utama yang banyak diakui oleh para dokter dan ahli kesehatan.
Pengobatan akupuntur menggunakan media jarum. Saat melakukan terapi ini, jarum kecil ditusukkan ke acupoint di permukaan tubuh dengan kedalaman tertentu.
Ahli akunpuntur biasanya tidak sembarangan, mereka mempelajarinya dengan saksama agar tidak salah dalam melakukan pengobatan. Saat ini, juga sudah banyak dokter yang mengambil spesialisasi sebagai ahli akunpunktur.
Akupuntur sebagai Terapi Tambahan untuk Pengobatan Kanker
Dilansir dari laman Johns Hopkins Medicine, akupuntur telah terbukti dapat meringankan mual, muntah, mulut kering, kelelahan, cemas, depresi, dan imunosupresi yang sering kali menyertai pengobatan kanker.
Akupuntur dan pengobatan Tiongkok telah terbukti dapat meringankan efek samping kemoterapi dan radiasi, seperti insomnia, keringat pada malam hari, hot flashes, penurunan nafsu makan, turunnya berat badan, konstipasi atau diare, dan nyeri.
Sebuah studi yang dipublikasikan di “Journal of Clininal Oncology” tahun 2010 menyebut, akupunktur sama efektifnya dengan terapi obat dalam mengobati gejala menopause seperti hot flashes dan berkeringat pada malam hari pada pasien kanker payudara menopause.
Kebaikan akupuntur lainnya adalah, hampir bebas efek samping, peningkatan energi, kejernihan pikiran, serta perbaikan dorongan seks. Akupuntur juga terbukti dapat meringankan nyeri sendi dan kekakuan pada pasien kanker payudara pascamenopause yang telah menggunakan aromatase inhibitors.
Di negara-negara seperti Amerika Serikat, Kanada, dan banyak negara lainnya, akupunktur banyak ditawarkan ke pasien kanker. Lalu apakah ini berarti metode tusuk jarum ini efektif untuk melawan kanker?
Dilansir dari KlikDokter, dr. Sepriani Timurtini Limbong menjawab, “Akupuntur sejauh ini tidak memiliki bukti ilmiah melawan kanker. Hanya saja, jika digunakan sebagai terapi tambahan, itu sangat bisa.”
“Kalau secara bukti ilmiah, akunpunktur itu bukan sebagai terapi definitif, bukan sebagai pengobatan utama, tapi lebih sebagai terapi tambahan atau terapi pendamping (kanker),” ujarnya lagi.
“Namun, mungkin saja sudah ada kasus dimana akunpunktur bisa mengurangi gejala pasien kanker yang sedang melakukan kemoterapi. Nah, gejala-gejala akibat kemoterapi itu bisa dikurangi dengan akunpunktur. Kalau dibilang untuk mengobati atau melawan kanker, menurut saya tidak bisa karena melawan kanker itu harus spesifik ke target selnya,” sambung dr. Sepri.
Pada penyintas kanker, akupunktur dapat meningkatkan kualitas hidup mereka dengan mengobati beberapa efek permanen kemoterapi. Mereka yang telah menjalani operasi kanker melaporkan bahwa akupunktur dapat meningkatkan rentang gerak dan fleksibilitas, serta mengurangi rasa sakit yang terkait dengan jaringan parut.
Mereka juga sering merasakan neuropati perifer—efek samping kronis kemoterapi ketika jari tangan dan kaki mati rasa, lemah, atau terasa geli—yang dapat diatasi dengan akupunktur.
Menurut sebuah studi di “JAMA” tahun 1998, akupunktur disebut dapat mengurangi rasa sakit dan kelemahan. Pada satu studi, pasien dengan kanker ginekologi lanjut melaporkan berkurangnya rasa sakit yang signifikan setelah 5-7 kali sesi. Tanpa perawatan lebih lanjut, rasa sakit dan kelemahan pasien ini berkurang hingga 10 bulan.
Memang, banyak pasien kanker yang menjalani terapi akupunktur. Namun, metode pengobatan tradisional Cina ini bukanlah terapi utama, melainkan terapi tambahan atau pendamping.
Umumnya, akupuntur dilakukan untuk mengatasi gejala tertentu atau efek samping dari pengobatan penyakit kanker dari mulai radioterapi, kemoterapi, hingga pembedahan. [AB]