Masyarakat Indonesia sudah mengenal jamu sejak zaman Hindu-Buddha. Berbagai relief di sejumlah candi, seperti Borobudur, Prambanan, Penataran, Sukuh, dan Tegalwangi memberikan gambaran pembuatan dan penggunaan jamu oleh nenek moyang kita. Meskipun saat ini sudah banyak obat kimia yang bisa dengan mudah untuk dibeli, tradisi minum jamu masih tetap ada dan terus berusaha untuk mempertahankan eksistensinya.
Pemerintah sendiri cukup serius untuk mendukung upaya tersebut, Kemenkes RI bahkan mencanangkan program Gerakan Minum Jamu guna mengajak masyarakat untuk memanfaatkan jamu sebagai sarana meningkatkan kesehatannya. Selain itu, gerakan ini juga memang penting untuk dilakukan guna menjaga minat masyarakat dalam mengonsumsi jamu sebagai salah satu obat herbal.
Hal tersebut tentu bukan tanpa alasan, karena terdapat fakta miris yang ditemukan di lapangan bahwa tradisi minum jamu di Indonesia sudah semakin pudar.
Salah satu pegiat jamu, Puri Lestari mengatakan masyarakat Indonesia sudah banyak melupakan profil rasa jamu karena hilangnya tradisi mengonsumsi jamu.
“Untuk yang biasa minum jamu karena sudah dikasih dari kecil untuk daya tahan, kalo kita-kita di urban sudah hilang tradisi itu karena sudah ada yang kimiawi, tapi kan efeknya beda,” ucapnya dilansir dari laman Antara di Jakarta, Minggu (6/11/2022).
Lebih lanjut lagi Puri mengatakan bahwa hilangnya kebiasaan masyarakat dalam mengonsumsi jamu juga disebabkan karena memori rasa pahit setiap mengonsumsi jamu dan selalu identik sebagai obat.
Maka dari itu, ia sendiri bertekad untuk menjadikan konsumsi jamu sebagai bagian dari keseharian layaknya mengonsumsi kopi, serta menggeser stigma bahwa jamu identik dengan obat dan rasa pahit.
Selain pudarnya tradisi minum jamu di Indonesia, kita juga dihadapkan pada permasalahan lain terkait obat-obatan di dalam negeri. Director of Research & Business Development Dexa Group, Prof. Raymond R. Tjandrawinata mengatakan bahwa 90% bahan baku untuk pembuatan obat kimia kita didatangkan secara impor.
Sebuah angka yang cukup besar jika dibandingkan obat herbal yang bahannya bisa dengan mudah ditemukan di Indonesia.
“Bahan baku obat di Indonesia rata-rata impor dari negara lain, sebanyak 90 persen. Kita baru mampu membuat bahan baku obat dari kimia sebesar 10 persen. Maka ketika kita kaya dengan bahan-bahan herbal asli tanah air, mengapa tidak kita optimalkan,” tegas Prof. Raymond kepada wartawan dalam Pameran Hari Kesehatan Nasional baru-baru ini dilansir dari laman Jawa Pos.
Oleh karena itu, diperlukan sebuah alternatif untuk menjaga ketahanan dan kemandirian dalam negeri agar tidak terus bergantung pada bahan baku impor untuk menjaga kesehatan masyarakat Indonesia. Kalau kamu sendiri bagaimana, masih minat untuk menjaga tradisi minum jamu, kah? [ms]
Referensi:
- https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/499/amankah-minum-jamu-setiap-hari
- https://www.jawapos.com/kesehatan/06/11/2022/ahli-ungkap-perbedaan-jamu-dan-obat-fitofarmaka-aman-dikonsumsi/
- https://megapolitan.antaranews.com/berita/219085/masyarakat-indonesia-sudah-banyak-hilang-tradisi-mengonsumsi-jamu