Di tengah panasnya perdebatan tentang masalah sembako yang akan dikenai pajak, kini muncul isu pelayanan kesehatan yang akan dikenai pajak pertambahan nilai (PPN) hal ini tentu saja memicu pro dan kontra.
Isu Pelayanan Kesehatan Yang Dikenai Pajak
Di masa pandemi ini, keuangan negara ikut merosot dan begitupula dengan masyarakat. Banyak perusahaan dan jasa yang mengalami kerugian karena efek pandemi yang telah menyerang Indonesia sejak 2020 lalu.
Di tengah peliknya keadaan negara, masyarakat dihebohkan dengan sebuah isu yang mengatakan bahwa sembako dan sektor pendidikan akan dikenai pajak. Belum selesai soal sembako, kini layanan kesehatan juga akan ikut dikenai pajak.
Masyarakat banyak yang menuai kontra dari isu tersebut karena mengingat kondisi keuangan yang sulit di kala pandemi ini. Yustinus Prastowo, yang merupakan stafsus Menteri Keuangan Sri Mulyani mulai angkat bicara.
Hal ini disampaikan Yustinus di akun twitter pribadinya yang mengungkapkan pandangannya terkait isu tersebut. Ia mengatakan bahwa info tersebut diklaim tidak akurat.
Pemerintah tidak terpikirkan untuk memajaki barang atau jasa yang dipakai oleh masyarakat. Ia juga mengatakan bahwa isu tentang layanan panti jompo dan panti asuhan yang akan dikenai pajak adalah berita hoax.
Menurut isu yang beredar, layanan kesehatan akan dikenai pajak berdasarkan draft perubahan kelima UU no 6 tahun 1983 tentang KUP. Jasa pelayanan medis tersebut diantaranya dokter spesialis, dokter gigi dan dokter umum.
Dan jasa ahli kesehatan seperti ahli gizi, ahli akupuntur, ahli fisioterapi dan ahli gigi, termasuk juga dokter hewan. Jasa kebidanan dan dukun bayi serta jasa pengobatan alternatif juga termasuk dalam layanan kesehatan.
Berdasarkan postingan dari Yustinus Prastowo, kabar yang beredar tentang layanan kesehatan yang akan dikenai pajak disebut sebagai berita yang tidak jelas dan tidak terbukti kebenarannya.
Di masa pandemi ini, ekonomi negara dan masyarakat sedang krisis dan memberikan pajak pada layanan kesehatan dan sembako adalah hal yang bisa merugikan masyarakat.
Karena, rakyat sudah cukup menderita dengan wabah corona yang mengakibatkan keterbatasan mereka untuk bekerja di luar. Terlebih lagi jika rakyat terpaksa bekerja di luar di tengah pandemi covid yang meningkat.