Indonesia memiliki masalah serius dengan meningkatnya kasus diabetes pada anak-anak. Melansir laman BBC Indonesia, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) baru-baru ini mengungkapkan bahwa prevalensi anak dengan diabetes telah meningkat 70 kali lipat pada Januari 2023 dibandingkan tahun 2010. Situasi ini sangat mengkhawatirkan karena menunjukkan maraknya pola hidup tidak sehat pada anak-anak, salah satunya disebabkan oleh konsumsi makanan dan minuman yang berkandungan gula tinggi.
Makanan dan minuman manis sangat mudah diakses oleh anak-anak, di sisi lain kebijakan pemerintah belum cukup untuk bisa membatasi konsumsi gula mereka. Literasi kesehatan masyarakat juga masih rendah, sehingga CISDI meminta pemerintah untuk segera bertindak dengan cara mengeluarkan kebijakan yang lebih tegas dan menyeluruh.
Menurut data IDAI, terdapat 1.645 anak di Indonesia yang menderita diabetes pada Januari 2023, dengan prevalensi sebesar 2 kasus per 100.000 anak. Hampir 60% penderitanya adalah anak perempuan, dan sebagian besar berusia antara 10-14 tahun. Kasus diabetes pada anak terus meningkat sejak pandemi, disebabkan oleh kurangnya aktivitas fisik dan pola makan yang tidak teratur.
Pemerintah harusnya bisa melakukan pembatasan atau pengendalian terhadap makanan dan minuman yang mengandung gula tinggi. Misalnya dengan memberikan pajak pada makanan dan minuman manis, atau memasukkan regulasi yang mewajibkan produsen memberikan informasi kandungan gula dan batas konsumsi gula per hari pada label produk.
Menurut CISDI, implementasi cukai sebesar 20% dapat menjadi solusi efektif untuk membantu masyarakat mengurangi konsumsi gula dan mencegah terjadinya 1,4 juta kasus diabetes dalam 25 tahun.
Beberapa negara telah membuktikan keberhasilan implementasi cukai seperti ini. Misalnya, Meksiko yang berhasil menurunkan jumlah pembelian minuman berkarbonasi dengan diterapkannya cukai sebesar 10% pada MBDK dan diperkirakan akan lebih efektif bila tarif tersebut ditingkatkan.
Di Inggris, kebijakan cukai MBDK juga berhasil memotivasi penurunan tingkat gula sebesar 11% pada periode 2016-2017 dan memacu produsen pangan untuk membuat produk mereka lebih sehat.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa maraknya kasus diabetes pada anak-anak tidak hanya terjadi karena faktor lingkungan dan gaya hidup, namun juga karena kurangnya pemahaman dan literasi kesehatan masyarakat, serta kebijakan pemerintah yang belum optimal. Oleh karena itu, peran pemerintah, masyarakat, dan dunia medis sangat penting dalam memerangi masalah ini.
Tanpa tindakan pemerintah, kasus diabetes anak di Indonesia dikhawatirkan akan terus meningkat, memperburuk daya saing mereka di masa depan dan menambah beban biaya kesehatan bagi negara. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk segera mengambil tindakan yang tepat untuk membatasi konsumsi gula pada anak-anak dan memperbaiki literasi kesehatan masyarakat.