Obat herbal banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk mengatasi gejala atau penyakit tertentu. Meski demikian, khasiat tersebut bisa berbalik arah menjadi sumber masalah jika jamu atau obat herbal diolah secara asal-asalan maupun disalahgunakan.
Demikian disampaikan pakar jamu, DR. Charles Saerang. Menurutnya, jika diolah dengan benar, pada umumnya jamu atau obat herbal tidak memiliki efek samping.
“Jamu itu resepnya mudah dan bisa dibuat sendiri. Tapi kalau diolah dengan cara yang salah, reaksi antar zat rempah-rempah pada jamu justru bisa menghilangkan khasiat satu sama lain. Maka jangan minum jamu yang tidak diketahui komposisi bahannya. Karena belum tentu aman untuk tubuh,” terangnya.
Charles, yang juga seorang cucu Lauw Ping Nio atau Nyonya Meneer, terpanggil untuk memproduksi jamu dan produk herbal melalui PT Jaya Mitra Kemilau.
Pihaknya berpendapat bahwa jamu atau obat herbal yang berbahaya yakni yang telah dicampur dengan obat-obatan kimia.
Hal itulah yang membuat jamu atau obat herbal memiliki efek samping yang merugikan tubuh.
“Jamu kimia tidak sama dengan jamu tradisional empiris. Jamu kimia sudah dicampur obat-obatan kimia sehingga tidak aman. Namun, kalau jamu tradisional empiris itu herbal murni yang bersifat turun-temurun dari generasi ke generasi serta tidak ada efek samping,” tegasnya.
Dia menerangkan, Jamu merupakan obat herbal tradisional yang bahan-bahannya terbuat dari resep warisan budaya Indonesia dan sudah digunakan turun-temurun.
“Leluhur kita telah menggunakan jamu dan berbagai ramuan herbal lainnya untuk mengobati macam-macam penyakit,” katanya.
Kemenkes sudah memberikan rekomendasi enam jenis rempah-rempah yang dapat digunakan untuk mengelola kesehatan di masa transisi.
Apalagi khasiat tumbuhan sambiloto yang telah diakui pemerintah Thailand sebagai bagian dari resimen pemulihan COVID-19.
Regulasi dan Standarisasi Obat Herbal di Indonesia
Obat herbal yang telah terdaftar di BPOM RI umumnya aman untuk dikonsumsi. Di Indonesia, obat herbal dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu:
Obat herbal tradisional
Obat herbal jenis ini dikenal sebagai obat tradisional atau jamu. Bahan-bahannya sudah digunakan sejak turun-temurun dan merupakan resep warisan budaya Indonesia. Obat herbal tradisional dikelompokkan lagi menjadi jamu, obat herbal terstandar (OHT), dan fitofarmaka.
Obat herbal nontradisional
Obat herbal ini berasal dari bahan-bahan yang tidak lazim digunakan secara tradisional di Indonesia, tetapi berpotensi memiliki manfaat bagi kesehatan tubuh. Meski masih jarang digunakan di Indonesia, obat herbal nontradisional telah digunakan di negara lain secara turun-temurun.
Sebelum mengizinkan peredaran produk obat herbal, BPOM RI akan melakukan serangkaian uji coba ilmiah untuk memastikan apakah produk tersebut mengandung zat-zat berbahaya.
Namun, untuk obat herbal yang telah digunakan sejak turun-temurun, seperti jamu, biasanya tidak perlu dilakukan uji klinis lagi. Meski demikian, obat herbal tradisional dapat dikembangkan menjadi obat herbal terstandar (OHT) atau fitofarmaka, jika disertai dengan bukti empiris dan data uji klinis serta nonklinis.
Proses uji klinis suatu produk meliputi pengecekan terhadap jenis dan bagian tumbuhan yang dipakai, cara pengolahan bahan baku, dan metode ekstraksi yang digunakan.
Selain itu, obat herbal yang beredar di Indonesia tidak boleh mengandung Bahan Kimia Obat (BKO), etil alkohol lebih dari 1%, narkotika atau psikotropika, serta bahan lain yang dapat membahayakan kesehatan dan berakibat fatal. [AB]