Jamu sebagai minuman tradisional yang sering dijadikan sebagai obat herbal dinilai mampu menjaga kesehatan tubuh. Biasanya, jamu diracik dengan bahan-bahan alami seperti beras kencur, kunyit asem, temulawak, pahitan, cabe puyang hingga uyup-uyup.
Pada saat ini, jamu dapat dibuat sendiri dengan melihat berbagai referensi resep jamu atau minuman herbal yang dapat kita temui di internet. Saat pandemi COVID-19, banyak sekali orang yang ingin berupaya untuk senantiasa sehat. Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah dengan mengonsumsi minuman herbal atau jamu.
Setiap orang juga memiliki kebiasaan yang berbeda saat mengkonsumsi jamu. Pada produk jamunya sendiri juga tidak disebutkan berapa banyak takaran bahan yang digunakan serta efek samping usai meminumnya. Padahal ini berpengaruh pada jumlah dan frekuensi minum.
Berbagai resep dan khasiat jamu memang sudah dikenal turun-temurun. Namun, konsumsi dan pembuatan jamu atau minuman herbal ini sesungguhnya tak boleh sembarangan.
Belum adanya penelitian ilmiah terkait jamu menyebabkan terbatasnya informasi soal dosis dan juga siapa saja yang diperbolehkan untuk mengonsumsi jamu.
Dampak jangka panjang dari pengonsumsian jamu dapat berujung pada kebocoran lambung. Untuk itu, diperlukan langkah tepat dalam pengonsumsian jamu.
Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI) Dr. (Cand.) dr. Inggrid Tania, M. Si memberikan kiat memilih bahan hingga alat untuk membuat ramuan herbal yang benar dan baik guna menjaga kesehatan tubuh.
Dilansir dari Antara, dalam sebuah webinar kesehatan beberapa waktu lalu, mengatakan bahwa dalam membuat jamu, orang-orang harus memastikan bahan yang digunakan segar dan tidak tercemar misalnya bakteri, jamur, rumput serta hama penyakit.
Upaya pertama untuk membuat jamu segar yang baik, dimulai dari memilih bahan baku yang bagus seperti rimpang, kulit batang, daun, bunga, biji dan buah. Tidak masalah apabila bahan didapatkan dari pasar, bukan hasil tanam sendiri.
Pada ramuan yang memanfaatkan rimpang-rimpangan seperti jahe, pastikan kulit rimpang tampak halus, tidak kisut, tidak mengkilat, tidak ada patahan, tidak bertunas, tidak rusak, penampang melintangnya cerah, tidak busuk dan tidak ada bagian lunak atau bonyok.
Memotong sedikit bagian rimpang dapat menjadi cara memastikan kondisinya bagus. Untuk daun, pilih yang segar, tidak layu, sementara untuk bunga atau biji dan buah-buahan carilah yang tidak kisut dan kulitnya tidak mengkilat.
Bahan-bahan yang sudah dipilih kemudian disortir kembali lalu dicuci dengan air mengalir dan tiriskan. Sumber air bisa dari sumur, PAM, atau air isi ulang asalkan tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau. Sementara untuk alat-alat, gunakanlah peralatan yang sudah terstandarisasi layak digunakan (food grade) atau aman untuk kesehatan.
Panci yang digunakan untuk merebus, terbuat dari bahan-bahan seperti stainless steel, panci kaca, gerabah atau tanah liat. Penggunaan panci berbahan aluminium tidak disarankan karena panci dengan bahan ini dapat bereaksi dengan zat aktif di dalam herbal.
Lalu, wadah untuk menyimpan jamu sebaiknya dalam botol kaca atau botol plastik yang food grade. Botol kemasan air mineral juga tidak disarankan karena berisiko zat-zat karsinogenik yang terkandung di dalamnya bercampur dengan jamu. Selain itu, jagalah kebersihan saat menyiapkan dan lingkungan di sekitar.
Untuk membuat ramuan herbal seseorang harus memiliki pengetahuan yang memadai mulai dari jamu yang akan dibuat hingga bahannya. Informasi dari Badan POM, Kementerian Kesehatan dan PDPOTJI dapat menjadi sumber referensi yang tepat.
Dari sisi takaran, herbal segar memiliki rentang keamanan yang luas, sama halnya saat mengonsumsi buah dan sayur. Saat jumlahnya berlebihan, maka dapat menyebabkan efek samping seperti sakit perut dan diare.
Oleh karena itu, penting untuk tau takaran serta langkah-langkah yang tepat dalam pembuatan jamu agar tidak terjadi efek samping dalam jangka panjang. Konsumsi jamu dengan takaran dan pembuatan yang tepat agar tubuh senantiasa sehat. [kh]